Mengatasi Hambatan-Hambatan Komunikasi
dalam Konteks Komunikasi Antar Budaya
oleh Nathanael
dalam Konteks Komunikasi Antar Budaya
oleh Nathanael
Peradaban manusia sedang menuju pada sebuah era yang disebut era globalisasi. Dimana semua orang memiliki peluang yang sama untuk menjalin kerjasama, tidak hanya dengan orang-orang sebangsanya, tetapi juga dengan orang dari bangsa lain. Hal yang sama berlaku pula kepada seorang pria berkebangsaan Amerika, sebut saja Mr Jones. Mr Jones ini memiliki sebuah usaha yang sudah cukup maju di bidang teknologi. Setelah sukses di pasar dalam negeri, maka ia berkeinginan untuk mengembangkan usahanya ke luar negeri.
Melalui beberapa riset, akhirnya ia membidik pasar Jepang. Hal ini karena Mr Jones mendapati bahwa Jepang juga termasuk dalam salah satu negara maju di dunia, sehingga diproyeksikan akan dapat menjadi pasar yang positif bagi bisnisnya itu. Lalu, untuk memudahkan investasinya, maka ia berupaya membangun afiliasi atau kerjasama dengan orang Jepang.
Setelah berjuang melewati beberapa proses lobi dan pendekatan, Mr Jones berhasil mendekati satu orang Jepang, sebut saja Mr Hito. Mr Hito bersedia untuk bertemu dan mendengarkan presentasi yang disampaikan Mr Jones, terkait bisnis yang ditawarkan Mr Jones. Akhirnya mereka menyusun sebuah perjanjian untuk bertemu.
Mr Jones yang begitu bersemangat kemudian menyusun semua persiapan yang dibutuhkan, termasuk presentasi yang akan ia gunakan guna mendapatkan tanda tangan persetujuan dari kolega Jepangnya tersebut. Lalu tibalah saat pertemuan tersebut.
Setelah saling sapa dan memperkenalkan diri, Mr Jones segera memulai presentasinya. Dengan bersemangat, ia menjelaskan bisnis yang telah dijalankan olehnya tersebut dan menawarkan kepada Mr Hito. Mr Hito hanya terlihat tersenyum mendengarkan tawaran itu. Sesekali ia juga tampak mengangguk-anggukkan kepalanya, hal yang direspon positif oleh Mr Jones. Setelah selesai, maka mereka saling berjabat tangan. Sembari berpisah, Mr Hito hanya menganggukkan kepala sembari tersenyum dan mengatakan akan memberi kabar secepatnya.
Mr Jones lalu pulang dengan senang. Melihat respon klien yang tersenyum dan menganggukkan kepala, ia yakin bahwa ia telah berhasil meyakinkan Mr Hito. Sehingga ia dengan sabar menanti kabar dari Mr Hito.
Namun, setelah menanti beberapa waktu lamanya, Mr Jones mendapati bahwa kabar gembira yang dinanti-nantikan itu tidak kunjung datang. Sebaliknya, ia malah menerima surat yang berisi penolakan dari Mr Hito. Lalu, mulailah Mr Jones bertanya-tanya. Mengapa persetujuan itu batal terlaksana. Padahal menurut Mr Jones, respon yang diberikan oleh Mr Hito adalah ekspresi yang baik dan menandakan persetujuan.
Akhirnya, teka-teki itu terjawab. Anggukkan kepala oleh orang Jepang bukanlah menandakan persetujuan, melainkan hanya menunjukkan bahwa ia mendengarkan. Dan lagi, terkait senyuman yang diberikan Mr Hito, itu hanyalah sebuah keramahan yang memang menjadi kebiasaan orang dari negeri matahari terbit tersebut.
Ah, andai saja Mr Jones mengetahui ini sedari mulanya.
Pernahkah Anda mengalami hal yang sama, seperti yang dialami Mr Jones dalam studi kasus diatas? Jika pernah, maka Anda perlu untuk memahami lebih dalam, salah satu bidang konsentrasi dari ilmu komunikasi, yakni komunikasi antar budaya. Apa itu komunikasi antar budaya?
Menurut Gerhard Malatzke, komunikasi antar budaya adalah suatu proses pertukaran pikiran dan juga makna, yang dilakukan oleh pihak-pihak dari budaya yang berbeda. Sedangkan Samovar dalam bukunya, Intercultural Communication : The Reader, menuturkan, komunikasi antar budaya adalah suatu bentuk komunikasi yang terbangun ketika anggota suatu budaya tertentu harus memahami pesan yang dihasilkan oleh anggota budaya lainnya.
Hanya saja, proses komunikasi antara budaya yang berbeda ini bukannya tanpa hambatan. Seperti contoh kasus diatas, nampak jelas bahwa perbedaan budaya memberikan dampak yang cukup signifikan dalam menjalin komunikasi. Selain dalam proses komunikasi itu sendiri, perbedaan tersebut juga membuka kemungkinan untuk memberikan bukan hanya dampak, terlebih berpotensi menghadirkan dampak buruk yang dapat berkepanjangan.
Berdasarkan kasus diatas, jika sampai akhirnya Mr Jones tidak memahami budaya Jepang, maka mungkin saja ia akan merasa sakit hati karena menganggap dirinya telah dibohongi oleh Mr Hito. Akibat jangka panjangnya, mungkin ia tidak akan mau lagi bekerjasama dengan orang Jepang karena memiliki stereotip bahwa orang Jepang adalah penipu dan sekadar memakai topeng.
Namun, hambatan dalam komunikasi antar budaya bukan hanya berupa perbedaan dalam memaknai suatu hal yang dapat berujung pada stereotip yang salah. Lebih jauh lagi masih terdapat banyak aspek yang dapat menjadi hambatan-hambatan dalam menjalin komunikasi dengan budaya yang berbeda.
Secara garis besar, hambatan dapat dikategorikan ke dalam dua istilah, yakni above the waterline dan below the waterline. Istilah above the waterline itu sendiri mengacu pada rintangan yang nampak atau berupa hambatan fisik. Sementara below the waterline menjelaskan tentang hambatan-hambatan yang tidak kasatmata dan biasanya ada dalam diri masing-masing individu.
Berikut hambatan yang dapat dikategorikan above the waterline.
1.Fisik : Yang dimaksudkan dengan hambatan fisik adalah hambatan komunikasi terkait dengan ruang dan waktu. Misalnya, seorang pria yang ada di Amerika ingin berkomunikasi dengan kekasihnya di Indonesia, maka ada hambatan berupa lokasi geografis yang jauh dan juga perbedaan waktu yang membentang kurang lebih 12 jam. Sehingga saat si pria bekerja, sang kekasih sedang tidur. Sementara saat pria tertidur, kekasihnya di Indonesia sedang bekerja.
2.Budaya : Contoh hambatan dalam hal budaya adalah perbedaan suku, agama, ras, etnis antara satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh seorang dari Batak kemungkinan akan lebih nyaman berkomunikasi dengan sesama orang Batak dibandingkan dengan orang Jawa, sebab mereka memiliki kebiasaan yang berbeda. Orang Batak lebih terus terang, sementara orang Jawa berupaya menyampaikan segala sesuatu dengan cara lebih santun sehingga terlihat berbelit-belit.
3.Persepsi : Setiap orang memiliki persepsinya masing-masing ketika mereka melihat sesuatu hal, oleh karena itu persepsi yang berbeda itu membuka kemungkinan untuk timbulnya perbedaan antara seorang dengan yang lainnya.
4.Motivasi : Hambatan semacam ini berkaitan dengan tingkat motivasi dari pendengar, maksudnya adalah apakah pendengar yang menerima pesan ingin menerima pesan tersebut atau apakah pendengar tersebut sedang malas dan tidak punya motivasi sehingga dapat menjadi hambatan komunikasi.
5.Pengalaman : Pengalaman dapat menjadi hambatan karena setiap individu memiliki pengalaman hidup yang berbeda-beda. Sebagai contoh, dua orang manajer yang memiliki masalah yang sama dapat mengambil jalan keluar yang berbeda karena pengalaman kedua orang itu berbeda.
6.Emosi : Sebagai bagian dari pribadi seseorang, emosi memegang peranan dalam menentukan bagaimana seorang melakukan komunikasi. Jika emosi seseorang sedang buruk maka hambatan komunikasi yang terjadi cenderung akan semakin besar karena ia tidak dapat berpikiran dengan terbuka dan mempertimbangkan semua hal menggunakan rasio. Hal yang berbeda tentu akan dijumpai ketika seseorang sedang memiliki emosi yang stabil dan ia mengambil keputusan setelah proses pertimbangan yang matang.
7.Bahasa atau verbal : Dengan total 485 suku bangsa yang memiliki 583 bahasa daerah yang berbeda satu dengan lainnya. Indonesia adalah contoh nyata bagaimana bahasa mungkin saja menjadi penghambat dalam proses komunikasi antar budaya. Namun, saat ini Indonesia berhasil mengatasi hal tersebut dengan menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Namun, hal serupa tidak dijumpai di India. Hamper sama dengan Indonesia yang terdiri atas beragam suku, India juga memiliki banyak sekali bahasa daerah yang digunakan di masing-masing negara bagiannya. Dan masing-masing suku disana masih bersikukuh menggunakan bahasa daerahnya masing-masing sebagai bahasa nasional. Dapat terbayang kan bagaimana repotnya disana.
8.Nonverbal : Hambatan komunikasi yang dapat didilihat secara langsung adalah hambatan nonverbal. Seperti namanya, hambatan nonverbal adalah hambatan komunikasi yang disebabkan karena pemaknaan bahasa tubuh yang berbeda-beda antara budaya yang satu dengan budaya lainnya. sebagai contoh, gerakan lingkaran yang dibentuk dengan ibu jari dan jari telunjuk, sementara tiga jari lainnya berdiri menunjukkan suatu isyarat “beres”, “ok”, atau “bagus”. Namun, gerakan itu dapat diartikan berbeda di negara lain. Bahkan, bukan hanya berbeda, tetapi juga berlawanan. Jika di Amerika isyarat itu bernada positif, maka di Brazil, gerakan itu dimaknai sebagai kurang ajar atau sebuah penghinaan.
9.Kompetisi : Kompetisi sebagai hambatan dalam komunikasi antar budaya dimaknai jika seseoang sedang melakukan dua atau lebih kegiatan sekaligus sehingga ia tidak dapat menerima pesan secara sempurna dan berujung pada kesalahan dalam memaknai sesuatu. Contohnya adalah main game sambil ngobrol. Karena melakukan 2 (dua) kegiatan sekaligus maka mungkin saja ia tidak akan bisa menerima dengan sempurna apa yang lawan bicaranya katakan sebab ia sedang berkonsentrasi bermain game.
Selanjutnya adalah hambatan komunikasi antar budaya yang tidak kasat mata atau below the waterline.
1. persepsi (perceptions)
2. norma (norms)
3. stereotip (stereotypes) - kesan atau pandangan yang dibangun mengenai kelompok lain yang belum pasti kebenarannya
4. filosofi bisnis (business philosophy)
5. aturan (rules)
6. jaringan (networks)
7. nilai (values) - nilai-nilai yang dianut
8. grup cabang (subcultures group)
Untuk bisa mengatasi hambatan-hambatan dalam komunikasi antar budaya yang timbul dalam konteks komunikasi interpersonal seperti contoh di atas, maka poin penting yang harus dilakukan adalah memahami peran budaya di dalam komunikasi itu sendiri.
Berikut ini, beberapa prinsip utama yang patut diperhatikan dalam melakukan komunikasi antar budaya.
1. Mendidik Diri Sendiri
Cara terbaik untuk mempersiapkan sebuah komunikasi antar budaya adalah melengkapi diri Anda dengan pengetahuan tentang budaya dari orang lain. Untuk itu, ada banyak sekali cara yang dapat Anda lakukan. Salah satu caranya adalah menonton tayangan atau film yang menghadirkan pandangan sebenarnya dari sebuah kebudayaan. Cara lainnya dapat dilakukan dengan membaca bahan yang ditulis oleh orang dari budaya yang berbeda. Lalu, Anda juga bisa memanfaatkan teknologi dengan melakukan komunikasi langsung melalui internet dan sebagainya.
Selain itu, Anda tidak hanya perlu untuk menambah pengetahuan terkait kebudayaan yang berbeda tersebut. yang tidak kalah pentingnya adalah mengenali dan memahami ketakutan-ketakutan yang ada pada diri Anda, yang kelak akan bisa menghalangi suatu komunikasi antar bduaya yang efektif. Contohnya adalah ketidakpercayaan diri yang dapat menjadikan Anda tidak nyaman ketika berbicara dengan orang lain yang berbeda budaya.
2. Mengurangi Ketidakpastian
Semua bentuk komunikasi akan berpotensi menimbulkan ketidakpastian dan ambiguitas. Oleh karena itu, seiring dengan besarnya perbedaan yang terjalin dalam suatu komunikasi antar budaya, maka ketidakpastian dan ambiguitas tersebut juga akan cenderung membesar jika dibandingkan dengan komunikasi dalam suatu budaya tertentu.
Namun, hal itu bukannya tidak dapat diatasi. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan aktif mendengarkan dan juga dengan mengecek kembali persepsi yang ada pada diri Anda. Kedua hal ini memegang peranan penting karena akan membantu dalam memverifikasi keakuratan perseps Anda dan memberi peluang bagi Anda untuk mengkoreksi persepsi yang salah tentang orang lain.
Selain itu, hal esensial dalam kemampuan berkomunikasi antar budaya adalah bersikap flesibel dan selalu terbuka untuk melakukan revisi atas opini yang salah terhadap orang lain.
3. Mengenali Perbedaan
Prinsip ketiga adalah Anda harus memahami perbedaan apa yang terbentang antara Anda dan orang lain dari budaya berbeda yang berkomunikasi dengan Anda. Terkait hal ini, maka ada tiga perbedaan utama yang harus dikenali untuk bisa melakukan komunikasi antar budaya yang efektif.
Pertama adalah mengenali perbedaan yang ada antara diri Anda dengan orang lain dari budaya yeng berbeda dengan Anda. Langkah awal adalah Anda harus membuang jauh-jauh persepsi yang menganggap bahwa kita semua seragam dan perbedaan itu tidak ada. Hal ini malah akan menjadi penghalang terbesar dalam suatu komunikasi antar budaya. Sebab dengan demikian, Anda akan selalu menganggap cara Anda yang benar dan sama sekali tidak mempertimbangkan perbedaan yang ada pada diri orang lain.
Kedua, mengenali perbedaan yang ada di dalam kelompok dari budaya yang berbeda. Di dalam kelompok tertentu, kadang juga terdapat perbedaan-perbedaan. Oleh karena itu, penting adanya untuk juga memahami perbedaan yang ada tersebut. Contoh mudahnya adalah tidak semua orang Indonesia merupakan suku Jawa. Masih terdapat suku Batak, Madura, Bugis dan lain sebagainya. Oleh karena itu, walau semua suku itu ada di bawah suatu “label” Indonesia, bukan berarti mereka adalah suku yang sama.
Lalu yang terakhir Anda perlu memahami perbedaan dalam memaknai sesuatu hal. Makna tidak eksis di dalam kata atau simbol, tetapi makna tumbuh dan berkembang dalam alam pemikiran setiap individu manusia. Oleh karena itu, setiap orang dapat memiliki pemahaman dan pemaknaan yang berbeda-beda pula terhadap suatu kata ataupun simbol.
4. Menghadapi Stereotip dalam Diri Anda
Stereotip adalah suatu kesan yang dibangun oleh suatu kelompok tertentu terhadap kelompok lainnya yang biasanya belum tentu tepat benar. Contoh stereotip yang banyak beredar adalah orang Batak pasti keras dalam berbicara, lalu, orang Jawa pasti lambat dalam bekerja dan lain sebagainya.
Dalam komunikasi antar budaya, stereotip ini memegang peranan yang cukup penting karena memengaruhi persepsi Anda terhadap orang lain sehingga akhirnya mempengaruhi pula tindakan dan perlakuan Anda kepada orang dari budaya yang berbeda.
Sebagai contoh, Anda sedang berkendara dan mendapati seorang wanita muda yang mobilnya tampak bermasalah di pinggir jalan. Karena hari sudah malam, Anda mengambil keputusan untuk menolong. Namun, setelah Anda turun dari kendaraan, Anda malah dirampok oleh sekelompok anak muda yang sedari tadi bersembunyi. Dan kemudian mereka pergi bersama wanita tadi yang juga kawanannya. Ketika Anda menjumpai kondisi yang sama di lain kesempatan, maka Anda akan cenderung untuk berpikir bahwa itu adalah jebakan dan mengabaikan kemungkinan bahwa orang tersebut memang membutuhkan pertolongan Anda.
5. Menyesuaikan Cara Anda Berkomunikasi
Penyesuaian adalah prinsip penting kelima dalam melakukan komunikasi interpersonal. Hal ini karena tidak ada dua orang di dunia ini yang memiliki kesamaan yang identik dalam memaknai sesuatu hal. Jika dalam suatu budaya yang sama saja masih ada perbedaan dalam memaknai sesuatu, maka prinsip ini memegang peranan yang lebih penting dalam komunikasi antar budaya.
Mengapa demikian? Karena orang dari budaya yang berbeda tentu akan memiliki signal dan simbol yang berbeda pula dalam menyatakan sesuatu hal. Contohnya, memandang mata orang lain ketika berbicara menandakan kejujuran dan keterbukaan bagi orang Amerika. Namun, hal yang serupa tidak berlaku bagi orang Jepang yang menganggap bahwa hal tersebut arogan dan menunjukkan tidak menghargai orang lain.
6. Kurangi Sikap Etnosentris Anda
Etnosentris dapat dipahami sebagai suatu kecenderungan untuk mengevaluasi nilai, kepercayaan dan perilaku dari kebudayaan Anda sendiri sehingga akan menjadi lebih baik lagi. Sikap ini juga memberikan sisi positif saat ada “serangan” dari pihak luar terhadap budaya itu, dimana sikap etnosentris akan menjaga kekohesifan dari kelompok tersebut sehingga tidak terpecah.
Namun, etnosentris terkadang akan berkembang menjadi sikap yang begitu mengagungkan kebudayaannya sendiri dan di lain pihak cenderung merendahkan budaya yang berbeda dengan budayanya. Sikap ini tentu tidaklah baik sebab akan menjadikan suatu kelompok menjadi tertutup bagi keberagaman yang dimiliki kelomok lainnya.
Oleh karena itu, yang terpenting dalam menjalin komunikasi dengan orang dari budaya yang berbeda adalah menempatkan etnosentris terhadap kebudayaan Anda itu pada posisinya dan bukannya menjadikan diri Anda tertutup bagi kebudayaan yang berbeda.
***
Comments
Post a Comment