Skip to main content

Ini Cerita Mereka, Apa Cerita Kita



"GKJ??" Begitu pertanyaan setiap orang 
ketika saya menerangkan tempat saya beribadah.
"Gereja Kristen Jakarta," jawab saya. 
"Ohh, dimana itu?" lanjutnya..


Mungkin banyak orang yang tidak tahu GKJ, karena memang tidak besar. 
Banyak jemaat-jemaat GKJ dibangun dari kebaktian rumah tangga yang kecil. Dalam sebuah rumah yang sederhana, atau amat sederhana, dimana ada 1-2 keluarga yang cinta Tuhan, maka bertumbuhlah GKJ hingga saat ini. 
Karena itu, suasana kekeluargaan akan amat terasa dalam lingkungan gereja GKJ. Saya katakan akan amat terasa karena memang gereja sudah layaknya rumah kedua bagi banyak orang. Bukan saja rumah dalam arti kiasan, tapi juga rumah sebenarnya. 
Tempat dimana kegiatan sepele seperti memasak dan segalanya dapat dilakukan bersama oleh jemaatnya. Tapi dalam hal itulah muncul kekuatan yang menyatukan jemaat yang ada. 
Memang ada positif dan negatifnya, tetapi yang ingin saya katakan adalah jarang sekali saya mendengar hal ini di tempat lain. Maka tidak salah juga jika dikenal motto Gerejaku Keluargaku...

Namun, hal terutama yang jadi kebanggaan saya, di gereja yang kecil inilah tangan TUHAN yang BESAR dapat secara nyata disaksikan. Bahkan bulu kuduk saya akan selalu berdiri dan ada suatu perasaan yang tak terkatakan yang timbul tatkala mendengar kisah klasik pendirian gereja dan sejarah perjalanan gereja, seperti yang saya rasakan pada Persekutuan Doa 2 minggu yang lalu.

Seluruh jemaat GKJ tentu tidak asing dengan kisah tiga cangkir teh. Kisah yang terjadi di awal berdirinya gereja ini telah menjadi bukti MUJIZAT TUHAN pada masa kini. Saya katakan mujizat karena dari sekumpulan orang yang sederhana, TUHAN  dapat membangun 10 jemaat dan 4 pos pi dengan total jemaat mencapai 4000 orang.
Memang jumlah ini tidak besar jika dibandingkan. Tapi ini bukan masalah kuantitas semata, ini berbicara tentang kualitas dan jika kita sama-sama melihat sejarahnya, jujur, saya sebagai orang muda hanya bisa termenung.

Cerita tiga cangkir teh dimulai ketika para pendiri gereja ingin mencari bantuan untuk mendirikan gereja. Dalam kondisi yang serba sulit, maka mereka bersepakat untuk mencari pertolongan dari salah seorang anak Tuhan yang diberi kelimpahan. Apa daya, tatkala berkunjung dan mengutarakan maksudnya, mereka hanya disuguhi tiga cangkir teh, tanpa si empunya rumah berkenan untuk bertemu. 

Saat itu, dapat dikatakan hati mereka remuk. Tapi di balik kejadian itulah TUHAN mengajar pada founding fathers untuk bergantung penuh kepada TUHAN dan bukan pada manusia. Dan lihatlah, TUHAN membukakan jalan. Lewat berbagai pergolakan ekonomi, politik, dan keadaan, serta tentu saja KASIH daripada TUHAN yang melingkupi para pendiri sehingga mereka rela berkorban habis-habisan, gedung gereja GKJ yang pertama berdiri. Karena itu budaya swadaya selalu ditanamkan pada setiap anggota gereja. Swadaya dengan mengandalkan TUHAN dan bukan manusia.
Gedung Ibadah GKJ Pertama

Selain itu, satu hal  yang juga mengusik hati saya pada malam kebaktian doa itu adalah kisah pelayanan misi gereja yang boleh saya katakan sangat dipimpin TUHAN. Sejak tahun 1970 an, sudah banyak sekali perjalanan dan pelayanan misi yang dilakukan oleh GKJ. Tidak sedikit pula orang yang sudah dimenangkan bagi TUHAN. bahkan banyak yang menjadi hamba TUHAN. Namun, GKJ seakan-akan "tidak banyak bertumbuh" karena tidak "bercabang" di banyak daerah. 

Untuk yang satu ini pula saya sebagai orang muda kagum akan bagaimana para pemimpin bersikap. Bukan sekadar mengejar jemaat, tetapi yang terpenting adalah memenangkan jiwa bagi TUHAN. Karena itu meski sudah puluhan kali melayani di Kalimantan Barat, GKJ selalu diterima oleh gereja lokal. Ini tidak lepas dari komitmen para pemimpin dalam menjalankan pelayanan misi yang berfokus pada memenangkan jiwa dan bukan saja membuka cabang gereja.

Satu hal lagi yang juga membuat saya terpana pada malam itu adalah kisah pelayanan di negeri China. Saya memang tahu bahwa hampir setiap tahun ada jemaat senior yang pergi di china, tapi saya tidak tahu bahwa selain pergi bermisi, GKJ juga banyak mendukung gereja di salah satu daerah di China, baik itu finansial maupun hal lainnya. 

Dan lagi yang membuat saya kaget, di daerah tersebut, melalui pekerjaan misi yang setia oleh para senior gereja kini telah berdiri banyak sekali gereja yang memiliki tampilan luar gedung persis seperti tampilan luar gedung gereja GKJ yang ada di Kartini.

Gedung Ibadah setelah renovasi. Lengkap dengan ketujuh kaki dian.

Lengkap dengan pengandaian dua tiang api dan awan serta ketujuh kaki dian, untuk yang satu ini, saya pun menyangsikan banyak generasi muda saat ini yang tahu arti dari desain gedung gereja di kartini.

Yang pasti pikiran yang tiba-tiba muncul di dalam hati saya adalah "WOW, KEREN!!! GKJ punya 25 "cabang" di luar negeri!!!" Meski itu tidak pakai embel" GKJ. Dan hingga saat ini, gereja-gereja tersebut sudah dapat mandiri dan berjalan sendiri.

Sekarang, GKJ uda berusia 48 tahun. Banyak dari para pendiri gereja sudah tidak lagi bersama-sama kita. Yang terakhir kemarin, GKJ baru saja berduka atas kepergian Ibu Li Thai. Padahal sangat besar harapan semua jemaat  beliau bisa ikut bersukacita ketika gedung GKJ Kartini nanti diresmikan. Tapi, kita percaya sukacita yang dirasakan beliau sekarang tentu lebih besar karena beliau telah kembali kepada TUHAN.

Jika dulu para pendiri telah memiliki kesempatan untuk melayani dan melihat tangan TUHAN memimpin. Kini, tanggung jawab itu berpindah ke pundak generasi yang lebih muda. 

Menurut saya, tanggung jawab itu tidak mudah. Bahkan AMAT SULIT. 

Yang terlintas di benak saya adalah apa kisah yang akan saya tinggalkan kepada generasi setelah saya? Yang saya maksud disini bukan kisah kepahlawanan atau kisah kehebatan saya pribadi, tetapi kisah sejati bagaimana saya melihat pimpinan Tuhan yang nyata dalam kehidupan saya dan kehidupan bergereja saya. 

Akankah saya punya kisah "tiga cangkir teh" lainnya yang dapat dengan bangga diceritakan turun temurun menjadi kesaksian akan pekerjaan tangan TUHAN? Jika memikirkan itu maka hati akan terasa amat takut dan gentar.

Yang pasti, untuk dapat menyaksikan tangan TUHAN bekerja pun bukan perkara yang mudah. Tidak ada jalan lain selain relasi yang dekat dengan TUHAN, yang saya percaya ada pada diri para pendiri gereja. Tidak lupa pula hati yang selalu mencintai dan mengasihi TUHAN serta mencari apa yang TUHAN kehendaki, serta selalu bersandar kepada TUHAN.

Ya, ini adalah tantangan bagi anak muda sekarang. Baik itu di kartini maupun jemaat lain ataupun gereja lain. Jika para pendahulu kita sudah memulai dengan sedemikian baik, kini giliran kita melanjutkan. Dan dengan pertolongan TUHAN, membuat pelayanan yang ada semakin baik lagi....

Jadi, kisah apa yang kelak ingin kau tinggalkan?

Comments

Popular posts from this blog

Benua Biru - Bag 2

Jumat 25 Juli 2014 Selamat Pagi! Fajar hari itu dilalui dari dalam perut burung besi berkode 777-200 rute Dubai-Milan. Berbagai brosur untuk mempermudah perjalanan Anda di Milan Seperti jadwal yg tertera, pesawat pun mendarat di Malpensa Aeroport, Milan, Italia, pk. 8.45 waktu setempat. 3 jam perkiraan waktu dihabiskan di penerbangan kedua ini. Tapi lumayan memberikan semangat karena disinilah perjalanan DIMULAI! Bandara Malpensa di Milan dapat dikatakan tidak terlalu besar, tapi tetap tertata rapi dan menyenangkan. Berbagai penanda dibuat untuk memudahkan pelancong. S bantal boneka yg menemani perjalanan di Benua Biru Singkat kata, akhirnya setelah memastikan semua barang bawaan sudah tersedia, kami menuju ke Bus yg menanti. Di Eropa, yg terdiri dari satu daratan luas dengan banyak sekali negara, memungkinkan bus dari negara lain untuk bisa melayani lintas batas. Seperti bus yg kami tumpangi. Stiker di badan bus bertuliskan Molteam, dan bus itu ternyata b...

Bersama Singkong, Sidik Mengejar Kesuksesan

Beberapa saat lalu, saya sudah menuliskan perjuangan dari seorang pengusaha kerupuk singkong dari Bekasi. Berikut beberapa foto yang diambil penulis. Sidik tengah duduk di ruang tamu rumahnya. Tampak di latar foto dirinya bersama dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla ketika menerima penghargaan dari salah satu stasiun tv swasta. Sidik di atas sepeda motor yang digunakan untuk menjual keripik buatannya ke Jakarta. Sidik dan sepeda motor yang merupakan hadiah atas penghargaan yang diterimanya dari salah satu stasiun tv swasta. Sepeda motor ini khusus dimodifikasi untuk mengakomodir kekurangan yang dimiliki Sidik. Sidik tengah memperhatikan potongan singkong yang sedang  dijemur. Terkadang ia harus menghalau kambing-kambing yang tertarik dengan singkongnya. Sidik dan singkong yang sudah kering dijemur . Salah satu peralatan yang digunakan untuk membuat kerupuk singkong. Dengan alat ini, singkong yang masih mengandung air diperas hingga kering. Da...

Ketika Anak Bukan Lagi "Permata" Dalam Keluarga

Analisa buku A Child Called “It” Keluarga, tidak bisa dipungkiri memegang peranan yang amat penting dalam kehidupan semua orang, termasuk setiap kita. Hadir dalam sosok bayi mungil yang tidak tahu apa-apa, individu-individu terdekat inilah yang kelak membentuk dasar dan nilai-nilai kehidupan yang kita miliki, termasuk di dalamnya konsep diri. Terkait hal tersebut, maka ada dua kemungkinan yang bisa dihasilkan melalui peran dari orang-orang terdekat ini. Yang pertama adalah konsep diri yang positif dan yang kedua adalah konsep diri yang negatif. Konsep diri positif itu secara langsung akan membentuk pribadi yang memahami jelas kemampuan apa yang ada dalam dirinya, termasuk juga kepribadiannya, dan tentu saja selalu berpikir positif terhadap dirinya. Sedangkan konsep diri yang negatif akan membangun suatu individu yang bahkan tidak dapat menjelaskan siapa dirinya, kemampuannya, kepribadiannya, dan juga yang selalu berpikir negatif tentang dirinya. Kembali pada peran keluarga diat...