Mata pria muda di apartemen itu kembali jatuh pada halaman buku di tangannya. Terasa ada perbedaan suasana di dalam sana. Ia tidak lagi membahas Marissa, sebagai musuhnya. Bagi dia, Marissa itu seorang teman. 18 Desember 2008 “Tujuh hari sebelum Natal. Gue ketemuan lagi dengan Marissa. Kali ini kami benar-benar bertemu untuk mengerjakan presentasi sosio kami. Janjian untuk mengerjakan di kampus sepulang sekolah, kami akhirnya bertemu dalam perpus kampus yang cukup lengang di sore hari itu. Hari itu, kami udah ga saling melemparkan kalimat-kalimat dengan nada tinggi yang mencekik tenggorokan. Sebaliknya, canda tawa banyak mengisi diskusi kami terkait tugas sosio kami. Dan lagi, senyum Marissa terlihat berbeda, padahal ini bukan kali pertama gue melihat ia tersenyum. Sejenak munculah bayangan indah antara gue dan dia. Namun, mengingat kejadian yang sempat gue alami di rumahnya, kulemparkan jauh-jauh sekelebat pikiran yang sempat meledak dalam pikiranku. ...
"Besi menajamkan besi, manusia menajamkan sesamanya...."