Skip to main content

Sepenggal Kisah di Tepi SMK Yupentek




Jam tangan menunjukkan pukul 15.00 WIB pada hari Kamis (22/10). Terpaan sinar matahari yang menyengat menyertai beberapa tubuh kecil turun ke jalan. Mereka berseliweran kesana kemari diantara barisan kendaraan yang berhenti. Beberapa dari mereka menadahkan kedua tangan. Sedangkan yang lainnya membawa alat musik kecil. Sambil bernyanyi kecil mereka menghampiri satu persatu mobil yang berhenti. Berharap ada kaca mobil yang terbuka dan tangan yang diulurkan untuk memberi sedekah.
Namun, sebelum lembar demi lembar mereka peroleh. Mereka harus segera naik ke trotoar. Lampu lalu lintas telah menyala hijau. Riuh klakson terdengar bersahutan. Mengiringi lari kecil para anak jalanan meninggalkan jalan raya yang jadi ladang pencaharian mereka. Tetapi, itu hanya sementara. Mereka akan segera kembali dalam hitungan menit, ketika lampu merah kembali menyala.
Sepenggal kisah diatas adalah gambaran anak-anak jalanan di perempatan lalu lintas dekat SMK Yupentek, Tanggerang. Dari banyak anak jalanan yang ada tersebut, salah satu yang sempat ditemui siang itu adalah Imah, seorang gadis kecil yang masih berusia 8 tahun. Tepat diatas trotoar di jalan Veteran, gadis yang memiliki muka agak bulat itu tampak sedang membereskan peralatan kerjanya.
”Aku lagi mau makan, belum makan dari pagi,” kata-kata jujur meluncur dari bibirnya yang tampak kering ketika ditanyakan kenapa tidak mengamen.
Setelah itu kami mengikutinya menuju ke salah satu gerobak yang ada jalan Veteran. Di tepi jalan telah terdapat tiga buah gerobak yang berderet menawarkan makanan dan minuman. Di sisi paling kiri terdapat pedagang yang menjual minuman. Sedangkan di tengah penjual mi ayam tampak sedang memasak pesanan dari pembeli. Di sebelah kanannya ada pula penjual gorengan. Dari ketiga pilihan itu, Imah berjalan menuju ke penjual mi yang ternyata telah dikenalnya baik.
Sembari ia makan, kami pun mengobrol tentang asal muasal ia turun ke jalan.
”Aku cuma mau bantu emak,” jawabnya sembari menghabiskan mi ayam yang ada di depannya, ”Kasian emak suka dipukulin bapak kalo ngga punya duit.”
Setelah ia menghabiskan makanannya, anak bungsu dari tiga bersaudara ini bercerita panjang lebar. Ia memiliki dua orang kakak laki-laki yang masing-masing berusia 14 tahun dan 10 tahun. Kedua kakaknya juga memiliki profesi yang sama seperti Imah, yaitu pengamen. Sebelum menjadi pengamen, Imah mengaku sempat berjualan koran di perempatan tersebut pada usia tujuh tahun. Namun, karena loper koran yang biasa mangkal disana tidak datang lagi, maka Imah terpaksa beralih profesi menjadi seorang pengamen.
”Sehari aku bisa dapet 20 ribu rupiah, lumayan buat bantu emak,” imbuhnya kemudian.
Imah beserta kedua kakaknya adalah potret sebagian kecil dari ratusan atau bahkan ribuan anak-anak usia sekolah di sekitar ibukota Jakarta yang harus turun ke jalan. Tujuan mereka bukanlah mengkritisi kebijakan pemerintah layaknya para mahasiswa. Mereka bukan pula ingin protes terhadap kedatangan artis asing yang dianggap akan membawa dampak negatif. Tujuan mereka sederhana. Hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin hari terasa semakin menghimpit.
Seharusnya kisah Imah dan ribuan anak jalanan lainnya inilah yang menjadi pembuktian kerja dan komitmen dari para menteri yang baru bertugas. Ada banyak sekali sisi kehidupan mereka yang dapat diperbaiki jika saja kebijakan para petinggi negara lebih bersifat pro-rakyat. Dalam hal pendidikan, pemerintah harus lebih menggalakkan program pendidikan wajib sembilan tahun yang disertai program pendidikan gratis.
Selain itu, pemerintah juga harus memberikan perhatian lebih agar anak-anak seperti mereka ini jangan dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab sebagai mesin untuk mengumpulkan kekayaan. Sebab di tangan merekalah, masa depan bangsa digantungkan.

Comments

Popular posts from this blog

Benua Biru - Bag 2

Jumat 25 Juli 2014 Selamat Pagi! Fajar hari itu dilalui dari dalam perut burung besi berkode 777-200 rute Dubai-Milan. Berbagai brosur untuk mempermudah perjalanan Anda di Milan Seperti jadwal yg tertera, pesawat pun mendarat di Malpensa Aeroport, Milan, Italia, pk. 8.45 waktu setempat. 3 jam perkiraan waktu dihabiskan di penerbangan kedua ini. Tapi lumayan memberikan semangat karena disinilah perjalanan DIMULAI! Bandara Malpensa di Milan dapat dikatakan tidak terlalu besar, tapi tetap tertata rapi dan menyenangkan. Berbagai penanda dibuat untuk memudahkan pelancong. S bantal boneka yg menemani perjalanan di Benua Biru Singkat kata, akhirnya setelah memastikan semua barang bawaan sudah tersedia, kami menuju ke Bus yg menanti. Di Eropa, yg terdiri dari satu daratan luas dengan banyak sekali negara, memungkinkan bus dari negara lain untuk bisa melayani lintas batas. Seperti bus yg kami tumpangi. Stiker di badan bus bertuliskan Molteam, dan bus itu ternyata b...

Bersama Singkong, Sidik Mengejar Kesuksesan

Beberapa saat lalu, saya sudah menuliskan perjuangan dari seorang pengusaha kerupuk singkong dari Bekasi. Berikut beberapa foto yang diambil penulis. Sidik tengah duduk di ruang tamu rumahnya. Tampak di latar foto dirinya bersama dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla ketika menerima penghargaan dari salah satu stasiun tv swasta. Sidik di atas sepeda motor yang digunakan untuk menjual keripik buatannya ke Jakarta. Sidik dan sepeda motor yang merupakan hadiah atas penghargaan yang diterimanya dari salah satu stasiun tv swasta. Sepeda motor ini khusus dimodifikasi untuk mengakomodir kekurangan yang dimiliki Sidik. Sidik tengah memperhatikan potongan singkong yang sedang  dijemur. Terkadang ia harus menghalau kambing-kambing yang tertarik dengan singkongnya. Sidik dan singkong yang sudah kering dijemur . Salah satu peralatan yang digunakan untuk membuat kerupuk singkong. Dengan alat ini, singkong yang masih mengandung air diperas hingga kering. Da...

Ketika Anak Bukan Lagi "Permata" Dalam Keluarga

Analisa buku A Child Called “It” Keluarga, tidak bisa dipungkiri memegang peranan yang amat penting dalam kehidupan semua orang, termasuk setiap kita. Hadir dalam sosok bayi mungil yang tidak tahu apa-apa, individu-individu terdekat inilah yang kelak membentuk dasar dan nilai-nilai kehidupan yang kita miliki, termasuk di dalamnya konsep diri. Terkait hal tersebut, maka ada dua kemungkinan yang bisa dihasilkan melalui peran dari orang-orang terdekat ini. Yang pertama adalah konsep diri yang positif dan yang kedua adalah konsep diri yang negatif. Konsep diri positif itu secara langsung akan membentuk pribadi yang memahami jelas kemampuan apa yang ada dalam dirinya, termasuk juga kepribadiannya, dan tentu saja selalu berpikir positif terhadap dirinya. Sedangkan konsep diri yang negatif akan membangun suatu individu yang bahkan tidak dapat menjelaskan siapa dirinya, kemampuannya, kepribadiannya, dan juga yang selalu berpikir negatif tentang dirinya. Kembali pada peran keluarga diat...