Skip to main content

CHAPTER I, MEMORI




Jauh dari pusat Jakarta. Di suatu pemukiman yang ada di tepi barat kota, suasana terlihat amat lengang. Semarak hiruk pikuk yang tampak di siang hari, kini hilang. Bersembunyi dalam bisikan angin lembut serta gemerisik daun yang bergoyang. Langit nampak begitu kelam malam itu. Awan berkerumun menutupi kilau ribuan bintang. Terkadang, sang ratu angkasa mengintip dari balik awan yang tersapu angin.
Jalanan boulevard, yang kala siang padat oleh kendaraan yang lalu lalang. Kini nyaris kosong. Sesekali, satu dua kendaraan melaju kencang. Menikmati kebebasan yang terenggut kala jam kerja tiba. Hampir tak nampak pula para pejalan kaki. Hanya sedikit pekerja yang mungkin memiliki shift  malam.
Menyusuri jalan boulevard itu lebih jauh. Penerangan hanya berupa lampu kuning, yang bersinar jauh di atas permukaan aspal. Tiga hingga empat meter tingginya. Berjarak puluhan meter antara satu lampu dan lampu lainnya. Penerangan itu membantu setiap orang yang mungkin harus keluar malam.
Masuk jauh lebih dalam. Sebuah plang nama besar menyambut. Tertulis disana Scientia Garden. Memasuki  kompleks itu, sebuah gedung enam lantai yang agak melengkung nampak disisi kiri dan kanan jalan.  Di dekat kedua gedung itu berdiri bangunan yang lebih tinggi, yang bentuk bangunnya sedikit oval, dengan tinggi hingga sembilan lantai.
Di puncak gedung oval itu, nampak sebuah bulatan berwarna biru gelap, yang tampak lebih gelap pada malam itu, dengan kotak-kotak berwarna putih di dalam bulatan. Dimana pada bagian bawah bulatan itu, tertera tiga huruf yang yang menjadi tanda bagi setiap orang yang melewatinya. UMN.
Tampak di kejauhan, beberapa gedung tinggi menjulang. Dikelilingi cluster-cluster yang ditempati kaum menengah ke atas, kawasan terpadu itu hanya menyisakan lampu-lampu yang menandakan keberadaannya. Itupun hanya di bagian bawah bangunan yang merupakan pusat perbelanjaan serta rekreasi. Di bagian atasnya, yang sebagian besar adalah perkantoran dan juga apartemen, lampu sudah padam.
Tapi, ternyata tidak semua orang sudah tertidur malam itu. Di salah satu sotoh apartemen yang menghadap ke gedung UMN, lampu masih menyala. Nampak seorang pria muda yang sedang duduk. Di tangannya, sebuah buku yang sudah agak lusuh terbuka. Di puncak salah satu halamannya tertulis, 1 September 2008.
Sejurus, ia terlihat melayangkan pandangannya kepada gedung melengkung yang mayoritas kacanya berwarna biru itu. Namun, pandangannya itu tidak fokus. Ia lebih tepat dikatakan sedang melamun. Di dalam alam pikirnya, sebuah kenangan sedang berputar. Seperti alunan musik yang didengarnya melalui earphone yang tersambung pada ipod nano, kenangan itu membawanya kembali ke masa lalu.

.....bersambung.....

Comments

Popular posts from this blog

Benua Biru - Bag 2

Jumat 25 Juli 2014 Selamat Pagi! Fajar hari itu dilalui dari dalam perut burung besi berkode 777-200 rute Dubai-Milan. Berbagai brosur untuk mempermudah perjalanan Anda di Milan Seperti jadwal yg tertera, pesawat pun mendarat di Malpensa Aeroport, Milan, Italia, pk. 8.45 waktu setempat. 3 jam perkiraan waktu dihabiskan di penerbangan kedua ini. Tapi lumayan memberikan semangat karena disinilah perjalanan DIMULAI! Bandara Malpensa di Milan dapat dikatakan tidak terlalu besar, tapi tetap tertata rapi dan menyenangkan. Berbagai penanda dibuat untuk memudahkan pelancong. S bantal boneka yg menemani perjalanan di Benua Biru Singkat kata, akhirnya setelah memastikan semua barang bawaan sudah tersedia, kami menuju ke Bus yg menanti. Di Eropa, yg terdiri dari satu daratan luas dengan banyak sekali negara, memungkinkan bus dari negara lain untuk bisa melayani lintas batas. Seperti bus yg kami tumpangi. Stiker di badan bus bertuliskan Molteam, dan bus itu ternyata b...

Bersama Singkong, Sidik Mengejar Kesuksesan

Beberapa saat lalu, saya sudah menuliskan perjuangan dari seorang pengusaha kerupuk singkong dari Bekasi. Berikut beberapa foto yang diambil penulis. Sidik tengah duduk di ruang tamu rumahnya. Tampak di latar foto dirinya bersama dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla ketika menerima penghargaan dari salah satu stasiun tv swasta. Sidik di atas sepeda motor yang digunakan untuk menjual keripik buatannya ke Jakarta. Sidik dan sepeda motor yang merupakan hadiah atas penghargaan yang diterimanya dari salah satu stasiun tv swasta. Sepeda motor ini khusus dimodifikasi untuk mengakomodir kekurangan yang dimiliki Sidik. Sidik tengah memperhatikan potongan singkong yang sedang  dijemur. Terkadang ia harus menghalau kambing-kambing yang tertarik dengan singkongnya. Sidik dan singkong yang sudah kering dijemur . Salah satu peralatan yang digunakan untuk membuat kerupuk singkong. Dengan alat ini, singkong yang masih mengandung air diperas hingga kering. Da...

Ketika Anak Bukan Lagi "Permata" Dalam Keluarga

Analisa buku A Child Called “It” Keluarga, tidak bisa dipungkiri memegang peranan yang amat penting dalam kehidupan semua orang, termasuk setiap kita. Hadir dalam sosok bayi mungil yang tidak tahu apa-apa, individu-individu terdekat inilah yang kelak membentuk dasar dan nilai-nilai kehidupan yang kita miliki, termasuk di dalamnya konsep diri. Terkait hal tersebut, maka ada dua kemungkinan yang bisa dihasilkan melalui peran dari orang-orang terdekat ini. Yang pertama adalah konsep diri yang positif dan yang kedua adalah konsep diri yang negatif. Konsep diri positif itu secara langsung akan membentuk pribadi yang memahami jelas kemampuan apa yang ada dalam dirinya, termasuk juga kepribadiannya, dan tentu saja selalu berpikir positif terhadap dirinya. Sedangkan konsep diri yang negatif akan membangun suatu individu yang bahkan tidak dapat menjelaskan siapa dirinya, kemampuannya, kepribadiannya, dan juga yang selalu berpikir negatif tentang dirinya. Kembali pada peran keluarga diat...