Dari Penulis : Pada tahun 2011, terdapat sebuah gerakan yang diadakan pada tanggal 13 Maret 2011. Tulisan ini, yang berupaya membahas gerakan tersebut dan latar belakang dari gerakan tersebut, merupakan tugas karya tulis yang ditujukan untuk kepentingan akademik. Publikasi yang dilakukan sebagai upaya memberi sumbangsih keterbukaan informasi bagi masyarakat.
Apa
itu Gerakan 13 Maret ?
G13 Mereka Belum Kembali! Adalah sebuah gerakan yang diluncurkan di depan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (1/3). Gerakan ini berlangsung dari tanggal 1 Maret hingga tanggal 13 Maret, atau selama 13 hari. Gerakan ini bertujuan untuk mengenang 13 orang aktivis yang dihilangkan seara paksa oleh rezim orde baru pada periode 1997-1998. Tanggal 13 Maret dipilih secara simbolik karena pada tanggal inilah Mugiyanto dan beberapa aktivis mengalami penculikan paksa.
G13 Mereka Belum Kembali! Adalah sebuah gerakan yang diluncurkan di depan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (1/3). Gerakan ini berlangsung dari tanggal 1 Maret hingga tanggal 13 Maret, atau selama 13 hari. Gerakan ini bertujuan untuk mengenang 13 orang aktivis yang dihilangkan seara paksa oleh rezim orde baru pada periode 1997-1998. Tanggal 13 Maret dipilih secara simbolik karena pada tanggal inilah Mugiyanto dan beberapa aktivis mengalami penculikan paksa.
Ada apa di tanggal 13
Maret
1998 ?
Tgl 13 Maret 1998, aparat berupaya menangkap orang-orang “berbahaya” yang diperkirakan hendak menumbangkan pemerintahan di bawah Presiden Suharto. Buruan mereka : Nezar Patria, Aan Rusdianto, Mugiyanto dan Petrus Bima Anugerah. Sebelumnya, Mugi, Nezar, dan Aan sudah dituduh menjadi dalang kerusuhan 27 Juli 1996 (Penyerangan ke kantor PDI). Akhirnya Mugi, Nezar, dan Aan kemudian ditangkap di rusun di Jakarta. Dari tanggal 13 Maret malam hari sampai 15 Maret sore hari mereka disekap, diinterogasi dan disiksa. Dua hari berada di markas Kopassus di Cijantung, akhirnya mereka dipindahtangankan ke Polda Metrojaya, Jakarta.
Mugi, Nezar, dan Aan lalu ditahan di Rutan Polda sampai akhirnya ditangguhkan penahanannya pada tanggal 6 Juni 1998 menyusul pencabutan UU Anti Subversi, yang pada waktu itu dijadikan dasar alasan penahanan, oleh Presiden Habibie. Namun, mereka bertiga termasuk yang beruntung karena dibebaskan. Selain mereka, terdapat sedikitnya 13 orang aktivis yang belum kembali hingga saat ini.
Tgl 13 Maret 1998, aparat berupaya menangkap orang-orang “berbahaya” yang diperkirakan hendak menumbangkan pemerintahan di bawah Presiden Suharto. Buruan mereka : Nezar Patria, Aan Rusdianto, Mugiyanto dan Petrus Bima Anugerah. Sebelumnya, Mugi, Nezar, dan Aan sudah dituduh menjadi dalang kerusuhan 27 Juli 1996 (Penyerangan ke kantor PDI). Akhirnya Mugi, Nezar, dan Aan kemudian ditangkap di rusun di Jakarta. Dari tanggal 13 Maret malam hari sampai 15 Maret sore hari mereka disekap, diinterogasi dan disiksa. Dua hari berada di markas Kopassus di Cijantung, akhirnya mereka dipindahtangankan ke Polda Metrojaya, Jakarta.
Mugi, Nezar, dan Aan lalu ditahan di Rutan Polda sampai akhirnya ditangguhkan penahanannya pada tanggal 6 Juni 1998 menyusul pencabutan UU Anti Subversi, yang pada waktu itu dijadikan dasar alasan penahanan, oleh Presiden Habibie. Namun, mereka bertiga termasuk yang beruntung karena dibebaskan. Selain mereka, terdapat sedikitnya 13 orang aktivis yang belum kembali hingga saat ini.
13
Aktivis yang Hilang
1. Yani Afri (Rian)
Pendukung PDI Megawati, ikut koalisi Mega Bintang dalam Pemilu 1997. Hilang di Jakarta pada 26 april 1997.
Pendukung PDI Megawati, ikut koalisi Mega Bintang dalam Pemilu 1997. Hilang di Jakarta pada 26 april 1997.
2. Sonny
Pendukung PDI Megawati. Hilang di Jakarta pada 26 April 1997.
Pendukung PDI Megawati. Hilang di Jakarta pada 26 April 1997.
3. Deddy Hamdun
Pengusaha, aktif di PPP dalam kampanye 1997 Mega-Bintang. Hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997.
Pengusaha, aktif di PPP dalam kampanye 1997 Mega-Bintang. Hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997.
13
Aktivis yang Hilang
4. Noval Alkatiri
Pengusaha, aktivis PPP. Hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997.
Pengusaha, aktivis PPP. Hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997.
5. Ismail
Sopir Deddy Hamdun. Hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997.
Sopir Deddy Hamdun. Hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997.
6. Wiji Thukul
Penyair, aktivis JAKER/PRD. Hilang di Jakarta pada 10 Januari 1998.
Penyair, aktivis JAKER/PRD. Hilang di Jakarta pada 10 Januari 1998.
7. Suyat
Aktivis SMID/PRD. Hilang di Solo pada 12 Februari 1998.
Aktivis SMID/PRD. Hilang di Solo pada 12 Februari 1998.
8. Herman Hendrawan
Aktivis SMID/PRD. Hilang di Jakarta, 12 Maret 1998.
Aktivis SMID/PRD. Hilang di Jakarta, 12 Maret 1998.
9. Petrus Bima Anugerah
Aktivis SMID/PRD. Hilang di Jakarta pada 30 Maret 1998.
Aktivis SMID/PRD. Hilang di Jakarta pada 30 Maret 1998.
10. Ucok Munandar Siahaan
Mahasiswa Perbanas. Diculik saat kerusuhan 14 Mei 1998 di Jakarta.
Mahasiswa Perbanas. Diculik saat kerusuhan 14 Mei 1998 di Jakarta.
11. Yadin Muhidin
Alumnus Sekolah Pelayaran. Hilang di Jakarta saat kerusuhan 14 Mei 1998.
Alumnus Sekolah Pelayaran. Hilang di Jakarta saat kerusuhan 14 Mei 1998.
12. Hendra Hambali
Siswa SMU. Hilang saat kerusuhan di Glodok, Jakarta, 15 Mei 1998.
Siswa SMU. Hilang saat kerusuhan di Glodok, Jakarta, 15 Mei 1998.
13. Abdun Nasser
Kontraktor. Hilang saat kerusuhan 14 Mei 1998, Jakarta.
Kontraktor. Hilang saat kerusuhan 14 Mei 1998, Jakarta.
9
Aktivis yang diculik
Mugiyanto, diculik 13 Maret 1998. Ia
diambil paksa dirumah susun Klender Jakarta Timur.
Nezar Patria, diculik pada 13 Maret 1998.
Ia diambil paksa dirumah susun Klender Jakarta Timur
Pius Lustrilanang, diculik pada 4
Februari 1998. Ia diambil paksa di Jakarta.
Raharja Waluya Jati, diculik pada 12
Maret 1998. Ia dikejar dan ditangkap di RS Ciptomangunkusuma, Jakarta.
Rusdiyanto, diculik pada 13 Maret 1998.
Ia diambil paksa dirumah susun klender Jakarta Timur.
Andi Arief, diculik pada 28 Maret 1998 .
Ia diambil paksa di Lampung.
Desmon J Mahesa, diculik pada 4 Februari
1998. Ia diambil paksa di Jakarta.
Faisol Reza, diculik pada 12 Maret 1998.
Ia dikejar dan ditangkap di RS Ciptomangunkusumo Jakarta Pusat.
Haryanto Taslam, diculik pada 2 Maret
1998. Ia diculik saat mengendarai mobil. Saat itu ia dikejar dan diambil paksa
di depan pintu Taman Mini Indonesia Indah.
Kenapa
mereka diculik ?
Menurut Sintong Panjaitan dalam bukunya, “Perjalanan Seorang Prajurit: Para komando” yang ditulis oleh Hendro, tindakan penculikan itu merupakan langkah preventif atau pencegahan terhadap segala tindakan yang mengancam kedaulatan suatu negara.
Menurut Sintong Panjaitan dalam bukunya, “Perjalanan Seorang Prajurit: Para komando” yang ditulis oleh Hendro, tindakan penculikan itu merupakan langkah preventif atau pencegahan terhadap segala tindakan yang mengancam kedaulatan suatu negara.
Kronologis
Penculikan
Danjen Kopassus Mayjen TNI Prabowo memandang perlu untuk mengambil langkah preventif terhadap kegiatan kelompok radikal yang berpotensi mengganggu stabilitas nasional.
Prabowo kemudian memberikan perintah lisan kepada Bambang Kristiono, saat itu menjabat sebagai Komandan Satgas Merpati untuk mengumpulkan
data tentang kegiatan kelompok radikal.
Mayor
Bambang Kristiono kemudian segera membentuk Tim Mawar beranggotakan 10 orang
perwira dan bintara dari Detasemen 81/Antiteror. Tim
inilah yang kemudian bergerak secara rahasia dan undercover untuk mengungkap
adanya ancaman terhadap stabilitas nasional, termasuk kemudian menculik
beberapa orang aktivis.
Tindakan
penguasa yang sewenang-wenang sepeti diatas merupakan bentuk pelanggaran
terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) dari rakyatnya.
Hak
asasi manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia masih dalam
kandungan.
Pelanggaran Hukum yang terjadi ?
Dasar-dasar HAM pada mulanya tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA), kemudian diadopsi ke dalam konstitusi Indonesia serta tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1.
Tindakan hukum yang diambil ?
¨Karena mendapat desakan dari berbagai pihak baik dalam maupun luar negeri, maka Panglima ABRI Jendral TNI Wiranto kemudian membentuk Dewan Kehormatan Perwira (DKP).
¨Langkah pertama yang diambil oleh DKP ini adalah memberhentikan Letjen
TNI Prabowo Subianto selaku mantan Panglima Komando Cadangan Strategis (Pangkostrad) dari dinas kemiliteran.
¨Dewan ini juga menyeret 11 anggota tim mawar sebagai pelakunya ke pengadilan militer pada bulan April 1999.
Penyimpangan
tindakan hukum ?
Namun,
ternyata terdapat ketidakadilan dalam penuntasan kasus ini.
Dibuktikan
dengan tidak adanya tindakan hukum yang diberikan kepada para pimpinan
koppassus saat itu meskipun telah tegas-tegas dinyatakan bahwa penculikan
tersebut dilakukan atas perintah dan sepengetahuan para pimpinan Kopassus saat
itu, dan bukan semata-mata atas inisiatif kesebelas anggotanya.
Tak
hanya itu, pengadilan banding malah mengubah sanksi pemecatan sehingga mereka
tetap meniti karier di TNI dan menduduki beberapa posisi penting.
Ketika
kasus ini kembali mencuat, ternyata hanya satu yang benar-benar dipecat yaitu
Mayor (inf) Bambang Kristiono. Lima
tentara yang lain dinyatakan terbebas dari hukuman pemecatan, dan hukuman
penjaranya pun dikurangi.
Usaha
pengungkapan keadilan
Pada
tahun 2007, dibentuklah sebuah panitia khusus (pansus) di DPR.
Namun,
anggota Komnas HAM Enny Soeparpto menuturkan
bahwa Keputusan
DPR membentuk panitia khusus (Pansus) kasus aktivis yang hilang antara tahun
1997-1998 dinilai sebagai langkah keliru.
Menurutnya,
DPR tidak memiliki wewenang untuk melakukan penyelidikan maupun penyidikan.
Ketidakpercayaan
publik juga dipicu kinerja pansus DPR sebelumnya yang gagal mengungkap kasus
Trisaksi, Semanggi I, dan Semanggi II.
¨Seperti diduga sebelumnya, langkah DPR akhirnya menemui jalan buntu.
¨Hal ini karena mereka tidak memiliki wewenang, sehingga hanya bisa menghasilkan rekomendasi seperti perlunya pembentukan Pengadilan Ad
Hoc.
¨Pada tahap ini, keengganan pemerintah, dalam hal ini SBY, menjadikan usaha penuntasan kasus menjadi sia-sia.
¨Penyelesaian kasus ini kembali menemui jalan buntu akibat ketiadaan komitmen dari pemerintah terhadap pengungkapan kasus tersebut.

Menemui jalan buntu, para korban dan keluarga korban terus berupaya memperjuangkan hak bagi ketiga belas orang aktivis yang diculik. Salah satu bentuknya melalui sebuah organisasi yang dinamakan Ikatan Keluarga Orang Hilang atau IKOHI. Melalui organisasi ini, mereka saling mendukung, memperbaiki, dan menguatkan.
Sampai saat ini
IKOHI masih terus memperjuangkan pengungkapan kasus aktivis
yang hilang pada tahun 1997-1998. Mereka juga menolak rekonsiliasi dari pemerintah jika rekonsiliasi itu bertujuan untuk menutup-nutupi kebenaran. Every single crime must be punished. Kebenaran harus diungkap dan dibuktikan, kalau tidak, kejadian yang
sama akan berulang.
Sumber Gambar : Google Images
Sumber Data : Dari berbagai sumber
Comments
Post a Comment