M Sidik dan kerupuk singkong buatannya |
“Sidik itu singkatan, Saya Ingin Dapatkan Impian Kesuksesan,” -Sidik-
Sebuah rumah di Jalan At'taqwa, Perum
BKKBN, Bekasi terlihat lengang siang itu. Hanya ada seorang ibu yang tampak
berjaga di teras depan. Di hadapannya, terhampar kepingan kerupuk yang sedang
dijemur. Sesekali, ibu itu bersuara sembari melambai-lambaikan tangan untuk
mengusir beberapa ekor kambing yang sepertinya tertarik mencicipi kerupuk
mentah berbahan dasar singkong tersebut.
“Bapaknya belum pulang tuh,” jawab ibu tersebut setelah mendengar maksud kedatangan
penulis. “Sekarang sedang pergi membetulkan motornya, sebentar lagi kembali,”
lanjutnya sembari mempersilakan penulis masuk ke tuang tamu.
Ruangan yang bercat dinding biru itu
berukuran tidak terlalu besar. Di sisi sebelah kiri, tampak satu set sofa
berwarna kuning keemasan. Pada dinding di belakang sofa, tergantung beberapa
piagam penghargaan dan foto kenangan milik si tuan rumah. Salah satunya, foto
bersama mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam malam penganugrahan di salah
satu stasiun tv terkemuka di Indonesia, dimana dia menjadi salah satu pemenangnya..
Sembari menunggu, obrolan dengan Siti
Rohmah – ibu tersebut – mulai mengalir, hingga kemudian terdengar deru motor
memasuki pekarangan rumah. Si empunya rumah kemudian turun perlahan. Bukan
berpijak dengan kedua kaki, melainkan bertumpu pada dua lengan kekar yang
dimilikinya. Kemudian, dia berjalan memasuki
rumah dengan mengayunkan kedua lengan yang sedari kecil sudah laksana kaki
baginya.
Hidup memang terasa tidak mudah bagi Sidik
– nama bapak itu. Jika orang lain dapat dengan bebas berjalan kemanapun mereka
mau, dia harus menggunakan kedua tangan guna menopang tubuhnya yang hanya
sebatas pangkal paha. Tidak jarang pula kedua tangannya terinjak orang lain
tatkala berebutan naik ke bus kota. Tapi bukan Sidik namanya jika dengan mudah
menyerah pada kondisi yang ada.
“Sidik itu singkatan, Saya Ingin Dapatkan Impian Kesuksesan,” papar pria kelahiran Bogor,
46 tahun silam dengan senyum mengembang ketika menjelaskan akronim namanya.
Mengawali langkahnya, Sidik muda hijrah
dari Bogor ke Jakarta pada tahun 1989. Dengan membawa ijazah seadanya, dia naik
turun bus kota hingga mencapai Cempaka Putih. Niatnya, bekerja di Yayasan
Harapan Kita milik mantan Presiden Soeharto.
“Waktu itu, ada perasaan bangga kalau sebut
kerja di tempat Pak Harto,” kenangnya akan tempat bekerjanya mula-mula yang
juga menjadi tempat pertemuan dengan Siti Rohmah yang istrinya sekarang.
Dari hasil bekerja di Yayasan Harapan Kita
dan berjualan baju keliling, dia kemudian menempuh pendidikan di Institut
Manajemen Komputer Akuntansi. Sekali lagi, kecacatan tidak menjadi penghalang
bagi Sidik. Meski hanya dirinya yang cacat dari sepuluh bersaudara, Sidik
menjadi satu-satunya yang sempat mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.
Selepas dari bangku kuliah, dia sempat
bekerja dan memperoleh kedudukan yang baik di perusahaan kontraktor. Namun,
panggilan sebagai wirausaha terus terngiang di pikirannya. Sempat mengalami
penolakan dari pimpinannya, Sidik tetap membulatkan tekad untuk berhenti.
Langkah inilah yang mengawali perjalanannya sebagai pengusaha kerupuk.
“Saya lihat di jalanan, kok masih banyak gelandangan ya yang ga kerja, makanya saya mau bikin usaha,
supaya orang-orang kayak gini bisa kerja,” ungkap Sidik.
Pada masa puncaknya, kerupuk singkong milik
Sidik yang dinamakan Gurame – akronim dari gurih, renyah, asik, manis, dan
pedas – ini telah dipasarkan ke 30 koperasi. Setiap hari tidak kurang dari 100
kg singkong mentah diolah di dapur produksinya dengan dibantu sekitar 10 orang
yang menjadi pegawai. Diantara mereka ada yang memiliki kondisi yang norma,
namun, ada pula yang memiliki cacat fisik seperti dirinya. Tidak hanya itu,
kerupuknya juga sudah dipasarkan ke luar kota seperti ke Surabaya, Jawa Timur,
dan Batam, Kepulauan Riau.
Namun, seiring perpindahannya dari Cempaka
Putih, Jakarta Pusat, ke Bekasi, usahanya mengalami penurunan. Faktor
transportasi dan modal dipercaya menjadi salah satu penyebab. Kini, hanya
tersisa dirinya dan sang istri yang menjalankan. Sementara pegawai lainnya
harus dilepas karena kesulitan dana. Jumlah produksinya pun berkurang, dari
setiap hari menjadi dua kali dalam seminggu.
Ya, terlepas dari kondisi usaha yang tengah
merosot, keterbatasan fisik terbukti tidak bisa membatasi langkah Sidik. Secara perlahan, dia mulai menapaki kesuksesan yang diidam-idamkannya sedari kecil. Tahun 2010
silam, dia dianugrahi Kick Andy Heroes Awards, atas semangat pantang menyerah
sebagai pengusaha kerupuk singkong.
Belum lagi berbagai daerah seperti Batam,
Gorontalo, Medan, Surabaya, dan daerah lainnya yang sudah dikunjunginya sebagai
seorang motivator. Padahal ketika kecil, semua itu hanya sekedar impian semata.
Merubah
Nasib
Terlahir tanpa kedua tungkai kaki sempat
membuat Sidik kecil minder. Bahkan, dia baru mengenyam pendidikan ketika sudah
berusia 10 tahun. Perasaan malu juga kerap membayangi jika dia melihat
teman-temannya yang tidak cacat. Namun, semua mulai berubah tatkala suatu hari
dia berhasil memanjat pohon cengkeh.
“Loh, menurut logika kan saya ga bisa naik,
tapi kok sudah di atas. Disitulah saya sadar, berarti, kalau ada kemauan pasti
bisa,” demikian tekadnya hari itu.
Tekad untuk berjuang dan mengingkari nasib
tersebut dia wujudkan waktu masih duduk di bangku sekolah dasar. Bermodalkan
uang 10 ribu rupiah pemberian orangtua, Sidik belajar menjajakan
kacang-kacangan. Kacang-kacang yang sudah dibungkus kemudian dia titipkan pada
pedagang sayur yang mangkal di beberapa tempat. Dagangannya pun kadang dia
titipkan pada anak-anak kecil untuk dijual di sekolahan mereka.
“Biasa saya titipin 20 bungkus, kalau ada
sepuluh terjual kan lumayan,” ucapnya sembari menjelaskan bahwa dari hasil
usahanya itu, dia dapat membiayai sekolah dan keperluannya sendiri, tanpa perlu
membebani keuangan orangtuanya.
“Yang merubah nasib itu kan bukan orangtua, bukan saudara, atau
siapapun juga. Yang merubah nasib itu saya pribadi. Yang tahu hanya Tuhan saya tuh harus gimana,” ujar Sidik.
Comments
Post a Comment